Matahari mulai meninggi saat Miskun (36 th) seorang penderes dari Kecamatan Rowokele Kebumen mulai menapaki tatar demi tatar pohon kelapa yang dideres untuk diambil niranya. Itu adalah pohon terakhir dari sebnyak 33 pohon yang dia deres pagi itu. Setelah nira terkumpul semua, sang penderes tersebut pulang ke rumahnya membawa nira yang tersimpan di dalam pongkor - pongkor bambu..
Sesampai dirumah, dia langsung menuju dapur, tempat dimana isterinya sudah siap menyambutnya dan kemudian menuangkan nira yang ada di pongkor ke dalam wajan diatas tungku yang menyala. itulah aktifitas yang selalu dia lakukan tiap hari, pagi dan sore. Jika dia menderes 33 pohon, maka dalam sehari dia memanjat 66 pohon.
Setelah nira sampai dapur, maka sudah menjadi tanggungjawab sang isteri untuk memasak dan mengolahnya sampai menjadi gula semut.Pembagian peran tersebut memang turun temurun dikeluarga penderes kelapa. apabila niranya bagus maka biasanya gulanya juga akan berkualitas, berwarna kuning cerah. Untuk pembuatan gula cetak dan gula semut ada sedikit perbedaan. kalau gula cetak, setelah nira matang, diangkat dari tungku, diaduk ( kebuk ) kemudian dicetak dengan batok kelapa atau cetakan bambu. Sedangkan kalau gula semut, setelah pengadukan, dipinggirkan di pinggir wajan kemudian digerus hingga menjadi butiran butiran halus. Diwilayah lain terkadang ada gula semut yang dibuat dari gula kelapa cetak. sedangkan di Kebumen gula semut dibuat langsung dari nira yang dimasak. Dari 33 pohon tersebut biasanya dapat mnghasilkan 10 kg gula semut.
Gula semut kebumen rata rata mempunyai warna cerah,.mungkin karena faktor pegunungan karst yang memang bagus untuk tanaman kelapa. Pohon kelapa yang tumbuh diantara karst memang terbukti lebih subur dan menghasilkan nira lebih banyak dibanding dilahan biasa. Karena itulah gula semut Kebumen sangat disukai oleh banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar