Kontak : ( +62 ) 813 2770 0066
Senin - Sabtu : 08.00 - 18.00
Sabtu, 16 Februari 2019

POTENSI POHON KELAPA DI KABUPATEN KEBUMEN


Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan jenis tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kelapa termasuk jenis tumbuhan dari famili Palmae dari genus Cocos. Bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan hampir seluruh bagiannya, diantaranya akar, batang daun dan buahnya, sehingga pohon ini sering disebut sebagai pohon kehidupan. 
Tanaman kelapa dapat tumbuh optimal pada dataran rendah hingga tinggi. Kondisi topografi yang sesuai adalah pada kemiringan lereng 0 – 40%. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa adalah 20 – 35ᵒC. Jumlah ketersediaan air tanaman kelapa memiliki curah hujan 1.000 – 5.000 mm, jumlah bulan kering 0 – 6 dan kelembaban udara >50% . Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman kelapa adalah jenis tanah yang memiliki fraksi liat yang dominan seperti liat berpasir, liat, liat berdebu dan lain sebagainya (Ritung, dkk., 2011).
Kabupaten Kebumen terletak antara 7ᵒ27’ - 7ᵒ50’ LS dan 109ᵒ22’ - 109ᵒ50’ BT. Kabupaten Kebumen memiliki luasan lahan 1.281,12 km2, secara administrasi berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara disebelah utara, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purworejo. Suhu udara Kabupaten Kebumen yaitu pada suhu 25 - 27ᵒC dan memiliki curah hujan 3.917 mm. Kelembaban udara Kabupaten Kebumen adalah 83 – 89% (Kabupaten Kebumen, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kebumen memiliki potensi untuk pengembangan tanaman kelapa.
Potensi tanaman Kabupaten Kebumen salah satunya adalah jenis tanaman perkebunan yaitu tanaman kelapa. Produk yang dihasilkan dari tanaman kelapa, antara lain buah kelapa dan nira yang diolah menjadi gula kelapa. Jumlah pohon kelapa di Kabupaten Kebumen terdapat sebanyak 2.660.895 batang dengan produksi sebanyak 171.234.990 butir (Kabupaten Kebumen, 2018).
Teknik budidaya tanaman meliputi pembibitan, pengolahan media tanam, teknik penanaman, pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama penyakit tanaman dan pemanenan. Berikut adalah tahapan cara budidaya tanaman kelapa:

1)      Pembibitan
Persyaratan benih kelapa yaitu berasal dari pohon induk yang berumur 20 – 40 tahun dengan ciri – ciri memiliki batang yang kuat dan lurus dengan mahkota berbentuk spherical (berbentuk bola), daun dan tangkainya kuat serta bebas dari gangguan hama dan penyakit. Ciri buah yang matang untuk benih, yaitu ±12 bulan, 4/5 bagian kulit berwarna coklat, bentuk bulat agak lonjong, panjang buah 22 – 25 cm, lebar buah 17 – 22 cm, buah licin dan mulus, air buah cukup, apabila digoncang terdengar suara nyaring. Seleksi benih dilakukan dengan cara mengistirahatkan benih selama ±1 bulan dalam gudang dengan kondisi udara segar dan kering, tidak bocor, tidak terkena sinar matahari dan suhu udara dalam gudang 25 – 27ᵒC.
Teknik penyemaian benih dilakukan pada topografi datar, drainase baik, dekat dengan sumber air dan lokasi penanaman. Persiapan bedengan atau polybag dilakukan dengan mengolah tanah sampai gembur sedalam 30 – 40 cm dengan lebar 2 m, tinggi 25 cm dan panjang tergantung lahan dengan jarak antar bedengan 60 – 80 cm. Polybag terbuat dari polyethylene/poliprophylene berwarna hitam dengan ukuran 50x40 cm dan tebal 0,2 mm, bagian bawah berlubang diameter 0,5 cm dengan jarak lubang 7,5 cm sebanyak 48 buah untuk aerasi dan drainase dan diisi dengan tanah top soil halus. Kemudian dilakukan pendederan dengan menyayat benih selebar ±5 cm pada tonjolan sabut sebelah tangkai berhadapan sisi terlebar dengan alat yang tajam. Tanam benih dalam tanah sedalam 2/3 bagian dengan sayatan menghadap keatas dan mikrofil ke timur. Penanaman dengan posisi segitiga bersinggungan. Setiap satu meter persegi dapat diisi 30 – 35 benih atau 25.000 butir untuk areal 1 hektar. Berikut jangka waktu pembibitan;
·         Lama pembibitan 5 – 7 bulan: jarak tanam 60x60x60 cm; jumlah bibit 24.000/ha.
·         Lama pembibitan 7 – 9 bulan: jarak tanam 60x60x60 cm; jumlah bibit 17.000/ha.
·         Lama pembibitan 9 – 11 bulan: jarak tanam 60x60x60 cm; jumlah bibit 1.000/ha.
Bila disemai di bedengan, maka setelah benih berkecambah (panjang tunas 3 – 4 cm) perlu dipindahkan ke polybag. Persemaian polybag berlangsung selama 6 – 12 bulan, berdaun ±6 helai dan tinggi 90 – 100 cm. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor setiap 2 hari sebanyak 1 kali dengan jumlah air sebanyak 5 liter tiap pagi dan sore. Untuk mengetahui cukup tidaknya penyiraman, maka setelah 2 jam pada bagian sayatan ditekan dengan ibu jari, apabila keluar air maka penyiraman telah cukup. Pembersihan rumput dilakukan untuk mencegah adanya inang hama dan penyakit. Pemindahan bibit dilakukan pada umur 9 – 12 bulan. Dua sampai tiga hari sebelum dipindahkan akar yang keluar dari polybag harus dipotong apabila pembibitan dilakukan di polybag.
Pembibitan tanaman kelapa 

2)      Pengolahan Media Tanam
Persiapan yang dilakukan adalah persiapan pengolahan tanah dan pelaksanaan survai. Tujuannya untuk mengetahui jenis tanaman, kemiringan tanah, dan keadaan tanah. Pembukaan lahan dilakukan dengan penebasan semak dan penebangan pohon. Sedangkan apabila lahan bekas pertanian, tidak perlu pembukaan lahan dan dapat langsung dilakukan pengajiran, pembuatan lubang tanam, penanaman legume dan tindakan yang lain yang diperlukan selanjutnya. Kemudian melakukan pembentukan bedengan dengan membentuk melingkar lokasi dengan diameter 200 cm untuk mencegah hujan masuk ke leher batang tanaman bibit. Apabila kondisi tanah masam dengan kondisi pH 6 – 8 perlu dilakukan pengapuran untuk menurunkan tangkat kemasaman didalam tanah. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan bahan organik dengan berupa pupuk kompos dan pupuk kandang sebanyak 10 kg/pohon untuk tiap lubang (lokasi yang ditanami) dengan mencampurkan pada tanah top soil yang berada pada sebalah utara lubang, kemudian memasukkan tanah tersebut dalam lubang.  
3)      Teknik Penanaman
  • Penentuan pola tanam, dilakukan dengan sistem tanam yang baik yaitu sistem tanam segi tiga, karena pemanfaatan lahan dan pengambilan sinar matahari akan maksimal. Jarak tanam 9x9x9 meter dengan pola ini jumlah tanaman akan lebih banyak 15% dari sistem bujur sangkar. 
  • Pembuatan lubang tanam dilakukan paling lambat 1 – 2 bulan sebelum penanaman untuk menghilangkan keasaman tanah dengan ukuran 60x60x60 cm sampai dengan 100x100x100 cm. Pembuatan lubang pada miring >20ᵒ dilakukan dengan pembuatan teras individu selebar 1,25 m ke arah lereng diatasnya dan 1 m ake arah lereng dibawahnya. Teras dibuat miring 10ᵒ ke arah dalam.
  • -    Pemberian mulsa dilakukan setelah ditanam, tanah sekitar tanjaman ditutup dengan mulsa (daun-daunan hijau dari semak-semak, lalang atau rumput-rumputan yang lainnya dan juga jerami).
  • -    Penanaman tanaman penutup dilakukan dengan menanam tanaman legume yang bertujuan untuk menekan gulma dan perkembangan hama serta memperbaiki struktur tanah, mengurangi penguapan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan. Penanaman dilakukan sebelum musim hujan yang bertujuan agar biji penutup tanah tidak busuk. 
4)      Pemeliharaan Tanaman 
  • Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang tumbuh kerdil terserang hama dan penyakit dan mati, dilakuka pada saat musim hujan setelah tanaman sebelumnya di cabut pada musim kemarau. 
  • Penyiangan dilakukan dengan memotong gulma sampai batas permukaan dengan interval penyiangan 4 minggu sekali (musim hujan) atau 6 minggu sampai 2 bulan sekali (musim kemarau). 
  • Pembumbunan dilakukan dengan penimbunan tanah dibagian atas permukaan sekitar pohon hingga menutup sebagian batang pohon yang dekat dengan akar.
  • Perempalan dilakukan terhadap daun dan penutup bunga yang telah kering (berwarna coklat) dengan cara memanjat pohon kelapa atau membiarkan hingga jatuh dengan sendirinya.
  • Pemupukan dengan menggunakan pupuk hijau. Sumber pupuk hijau berasal dari sisa- sisa tanaman (sisa panen) atau tanaman yang ditanam secara khusus sebagai penghasil pupuk hijau. Penanaman tanaman penghasil pupuk hijau dapat dilakukan secara in situ misalnya pertanaman tumpang gilir dengan tanaman utama (contoh:pergiliran tanaman pangan dengan legume penutup tanah). Tanaman penghasil pupuk hijau dapat juga ditanam diluar areal pertanaman utama. Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legum, karena tanaman ini mempunyai kandungan hara (utama nitrogen) yang relatif tinggi dibanding jenis tanaman yang lainnya. Selain itu tanaman ini mudah terdekomposisi, sehingga penyediaan haranya lebih cepat. Menurut palm et al. (2001) bahwa secara garis besar membagi bahan tanaman berdasarkan kualitas, yakni tergolong berkualitas tinggi bila mengandung N paling sedikit 2,5%, kandungan lignin dan polifenol masing-masing <15% dan <4%. Bila diaplikasikan ke dalam tanah (sebagai pupuk hijau), pelepasan N benar-benar dapat terjadi (net release of nitrogen) jika kandungan lignin dan polifenol masing-masing <15% dan <4%. Disisi lain, bahan tanaman yang mengandung N <2,5% tergolong berkualitas rendah, demikian juga halnya bahan-bahan tanaman yang menyebabkan terjadinya imobilisasi N selama terjadinya proses dekomposisi, yakni tanaman yang mengandung lignin dan polifenol tinggi. Salah satu cara untuk menyediakan sumber pupuk hijau secara in situ adalah dengan mengembangkan tanaman lorong (alley cropping), dimana tanaman pupuk hijau (berupa tanaman perdu jenis legum) ditanamn sebagai tanaman pagar (hedge grow) berseling dengan tanaman utama (pangan atau perkebunan) sebagai lorong.  Tanaman pagar ini selain menghasilkan bahan organik, selain itu dapat menekan erosi. 
  • Penyiraman dilakukan pada musin kemarau untuk mencegah kekeringan yang dilakukan dua atau tiga hari sekali. Hal yang dilakukan dengan cara mengalirkan air melalui parit-parit disekitar bedengan atau dilakukan dengan penyiraman secara langsung. Rata-rata jumlah air yang disiram ±2 l/pohon. 
  • Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menggunakan bahan organik dengan memanfaatkan sisa tanaman dan kotoran hewan. Penggunaan bahan organik ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi didalam tanah. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau , pupuk kandang dan sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung dan sabut kelapa). Berikut adalah macam-macam jenis pupuk organik dan cara pembuatannya:
·         Pupuk Kandang
Pupuk kandang yaitu pupuk berasal dari kotoran hewan (ternak) yang dicampur dengan rumput atau jerami. Pupuk kandang merupakan hasil fermentasi kotoran ternak yang memiliki kandungan N, P2Odan K2O. Kadar unsur hara pada pupuk kandang yang dihasilkan berbeda-beda, seperti pada pupuk sapi pada wujud 80% padat mengandung 0,55% N, 0,30% P2O5, dan 0,40% K2O, pupuk kambing pada wujud 70% padat mengandung 0,75% N, 0,50% P2O5, dan 0, 45% K2O, pupuk ayam mengandung 1,00% N, 0,80% P2O5, dan 0, 40% K2O. Pupuk kandang yang masih muda atau mentah (belum benar-benar masak) tidak baik untuk dipergunakan. Unsur karbon (C) atau nitrogen (N) pada pupuk kandang yang muda atu mentah masih tinggi dan suhunya masih terlalu tinggi, sehingga akan membuat tanaman menjadi layu. Oleh karena itu, agar pupuk menjadi matang, caranya ialah harus ditimbun lebih lama lagi di tempat yang teduh dan selalu dibalik-balik guna mempercepat proses pembusukannya. Ciri-ciri pupuk kandang yang sudah matang, yaitu jika dipegang pupuk akan terasa dingin, jika diremas pupuk mudah rapuh dan bau kotoran sudah hilang. Berikut adalah cara pembuatan pupuk kandang, yaitu:
o   Cara sistem terbuka
Pada sistem ini kotoran ternak ditimbun pada tempat terbuka di permukaan tanah. Tempat penyimpanan berupa tanah yang ditinggikan dan diberi atap. Kelebihan sistem ini yaitu kotoran ternak lebih cepat matang dibandingkan dengan menggunakan sistem tertutup. Namun, kekurangannya yaitu selama proses penguaraian, bau kotoran ternak akan terbawa angin sehingga penyebarannya lebih jauh. Beberapa tipe ternak dalam pengolahan menjadi pupuk dalam sistem terbuka, antara lain pada hewan ternak besar yaitu seperti sapi dan kerbau. Kotoran sapi akan dikumpulkan dan dijemur di tempat terbuka selama 2-3 hari. Penjemuran sebaiknya dilakukan di atas pasir. Setelah dijemur, kotoran tersebut ditimbun di tempat beratap dan tidak berdinding agar mudah terangin-angin sehingga akan lebih cepat matang. Penimbunan sebaiknya dilakukan peninggian tempat agar ketika hujan pupuk tidak terkena aliran hujan. Setelah 2 minggu pupuk telah matang dan siap digunakan. Hewan ternak sedang seperti domba dan kambing. Kotoran domba dikumpulkan dan ditimbun di tempat berupa bangunan yang beratap dan tidak berdinding. Ditimbung diatas tanah tanpa diberi alas. Kotoran sebaiknya disiram untuk mempercepat terjadinya pembusukan. Kotoran yang bercampur rumput atau gulma sebaiknya disiram untuk mempercepat terjadinya pembusukan. Kurang lebih dari satu bulan, kotoran dan rumput telah hancur serta memperlihatkan tanda-tanda kematangan. Maka, setelah itu kotoran ternak telah berubah menjadi pupuk dan siap untuk digunakan. Sedangka pada kotoran ayam akan lebih cepat mengalami kematangan. Karena kandungan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) rendah. Sehingga tidak memerlukan proses penguraian yang lama. Setelah pengambilan kotoran biasanya dilakukan selama dua minggu ayam dipanen atau diaprikan. Sehingga kotoran telah mengalami proses penyimpanan didalam kandang dan kotoran telah mengalami proses penyimpanan di dalam kandang dan kotoran yang diambil dari kandang biasanya telah matang sempurna dan jika disimpan terlebih dahulu sebaiknya disimpan didalam karung dan ditempatkan di tempat beratap.
o   Cara sistem tertutup
Pada sistem ini, kotoran ternak ditimbun di dalam lubang yang diberi atap. Kelebihan dari sistem ini yaitu penyebaran bau dapa dikurangi selama proses penguraian. Sedangkan, kelemahannya yaitu dalam proses penyimpanannya membutuhkan waktu yang lama dan pupuk tidak kering. Sistem ini efektif digunakan pada ternak besar dan sedang yang produksi kotorannya cukup banyak. Tempat penimbunannya terdiri dari dua bagian utama yaitu lubang dan atap. Pertama kotoran dimasukkan kedalam lubang, ukuran lubang tergantung banyaknya kotoran, apabila sudah terisi penuh dengan kotoran ternak sebanya pada permukaan tanah diberi taburan kapur yang telah dihaluskan agar tidak terjadi pengasaman pupuk. Kemudian ditimbun oleh tanah dan dibuat parit kecil disekitarnya agar tidak tergenang oleh air. Setelah 2-3 bulan, pupuk sudah siap digunakan. Aplikasi pupuk kandang umumnya dilakukan sebanyak 10kg bahan pupuk kandang pada tiap pohonnya setiap 6 bulan sekali pada menjelang musim hujan dan menjelang musim kemarau.
 5) Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati. Pestisida nabati adalah suatu bahan racun yang digunakan untuk membunuh organisme penganggu tanaman dengan menggunakan bahan dasar yang alami dari tumbuhanm seperti daun, batang, akar dan buahnya. Keunggulan pestisida nabati ini sangat murah dan dapat dibuat dengan sendiri oleh petani serta ramah lingkungan. Fungsi pestisida nabati yaitu bersifar reppelan, antifidan, merusak perkembangan telur dan larva, menghambat reproduksi serangga betina dan mampu mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri (Sri Wahyuni Handayani, dkk., 2017). Berikut pestisida yang biasa digunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman kelapa adalah membuat pestisida nabati dengan membuat ekstrak dari gadung. Gadung merupakan tanaman yang merambat yang umbinya mengandung alkaloid, yaitu discorin, sedangkan zodiac mengandung evodiamine dan rutaecarpine. Kandungan alkaloid ini membuat gadung memiliki potensi yang tinggi sebagai insektisida nabati. Cara pembuatan ekstrak gadung dengan memarut atau menghaluskan umbi gadung sebanyak 1/2 Kg, kemudian peras hasil gadung yang sudah dihaluskan dan kemudian disaring. Setelah itu hasil perasan dicampur menggunakan air sebanyak 10 liter dan diaduk secara merata. Kemudian ekstrak tersebut disemprotkan pada seluruh bagian tanaman yang diserang pada pagi atau sore hari.  
6)   Pemanenan dilakukan dengan mengambil butir buahnya dan menyadap nira kemudian diolah menjadi gula semut. Butir buah umumnya dipanen pada saat buah berumur 1 bulan. Sedangkan nira kelapa dapat disadap pada umur 6 – 8 tahun dengan serta lamanya penyadapan dapat dilakukan selama 25 – 30 tahun. Cairan nira keluar dari bunga kelapa yang pucuknya belum membuka. Cara pemanenannya, ikat tangkai bunga kelapa lalu potong ujung tangkai kelapa setelah diambil cairannya agar cairan nira dapat keluar kembali dengan jumlah yang lebih banyak dengan menaruh wadah dari bahan food grade sebagai wadah nira atau yang biasa disebut dengan pongkor. Frekuensi penyadapan dilakukan sehari 2 kali setiap pagi dan sore hari. Pohon kelapa dapat menghasilkan nira sebanyak 1 – 2 liter pada sore hari, sedangkan pagi hari dapat menghasilkan 1,5 – 4 liter di pagi hari. 



Proses pemanenan nira

Penulis: Ega Apriliana/Research and Development Agroberdikari



Laru untuk Nira sebagai Solusi Pertanian Organik Berkelanjutan


Nira kelapa adalah cairan bening yang keluar dari bunga kelapa yang pucuknya belum membuka. Cairan ini merupakan bahan baku dalam pembuatan gula (baca proses pembuatan gula semut di sini). Nira yang segar mempunyai rasa manis berbau harum dan tidak berwarna. Pengambilan nira kelapa dimulai dengan cara menyadap mayang bunga kelapa yang berumur satu bulan atau bulan mekar. Nira keluar, ditampung dalam pongkor atau yang biasa kita sebut wadah jerigen yang dipasang di bawahnya.
Nira kelapa sangat mudah mengalami fermentasi karena mengandung sukrosa yang tinggi. Jika nira tidak langsung diolah setelah penyadapan, maka warna nira akan berubah menjadi keruh ke kuning-kuningan, terasa asam dan baunya menyengat. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pemecahan sukrosa menjadi gula reduksi. Proses pemecahan sukrosa tersebut karena rendahnya derajat keasaman (pH) nira. Karena itu penderes gula merah perlu melakukan penambahan pengawet ke dalam wadah atau pongkor untuk mempertahankan nira sehingga tidak terjadi proses fermentasi khamir dan bakteri yaitu S. cerevisiae, L. mesenteroides, dan L. plantarum.
Pada umumnya penderes menggunakan zat pengawet nira yaitu bahan sulfit (SO2). Sulfit sangat tidak baik digunakan dikarenakan berasal dari bahan kimia dan dapat mengganggu pernafasan penderes pada saat menyadap nira. Sebagai solusi pertanian organik berkelanjutan yang ramah lingkungan dalam pengawetan nira secara alami yaitu dapat dilakukan dengan membuat laru sebagai bahan pengawet alami. 
Laru merupakan bahan pengawet nira yang berasal dari bahan alami tumbuh-tumbuhan. Bahan pengawet ini dibuat dari kulit buah manggis, kayu nangka, dan kapur. Kulit manggis menurut Naufalin, dkk (2012), memiliki efektivitas tinggi dalam mempertahankan kualitas nira kelapa selama penyimpanan. Selain itu, kulit manggis memiliki aktivitas antimikroba dan atioksidan. Kulit nangka memiliki peran sebagai penghambat fermentasi karena di dalam kulit nangka terdapat senyawa tannin, alkaloid, saponin, dan flavonoid.
Tannin mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik, dan merupakan racun. Saponin merupakan racun bagi binatang berdarah dingin tetapi tidak beracun bagi manusia. Alkaloid adalah senyawa pahit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Robinson, 2015). Flavonoid digunakan sebagai anti bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi (Sriningsih, 2008).  Kapur dapat mempertahankan pH  nira tetap tinggi yang disebabkan oleh OH-, sehingga dapat menghambat terjadinya hidrolisa baik oleh jasad renik maupun pengaruh asam (Erwinda, 2014).
Laru dibuat dengan mencincang kasar 2 kg kayu nangka dan kulit manggis yang masih segar. Kemudian semuanya dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan. Larutkan 1 kg kapur sirih atau kapur tohor dengan 2 liter air panas yang baru mendidih. Lalu tuangkan air kapur ke dalam wadah berisi cincangan kayu nangka dan kulit manggis. Kemudian tutup hingga rapat. Simpan pada suhu kamar selama 3 hari dan diaduk setiap hari satu kali. Apabila laru sudah habis dapat digunakan kembali sebanyak satu kali dengan menambahkan larutan kapur, kemudian simpan lagi selama 3 hari. Cara aplikasi laru ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan laru sebanyak 250 cc ke dalam pongkor atau penampungan nira yang akan dipakai. Jumlah pengawet ini dapat menampung sebanyak 10 liter nira. Jika perlu dapat sesuaikan jumlah laru sesuai perkiraan jumlah banyaknya nira.


Penulis: Ega Apriliana/Research and Development Agroberdikari
Rabu, 13 Februari 2019

Konsistensi Kualitas Melalui Pendampingan Petani Gula Semut


Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan daya (empowering) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan dan bertujuan menemukan alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Mardikanto, 2014). Prinsip pemberdayaan masyarakat adalah salah satu prinsip penting yang berusaha diterapkan dalam pendampingan petani gula semut.

Pertanian di Indonesia kebanyakan masih menggunakan cara tradisional. Di satu sisi bisa menjadi nilai plus, karena masih menggunakan cara alami atau organik. Petani gula kelapa juga demikian. Dari proses budidaya tanaman kelapa, panen nira, dan proses produksinya, cara pengelolaan dilakukan secara turun temurun dari orang tua mereka kepada anak anaknya. Bisa dikatakan dari beberapa generasi sebelumnya, proses pengolahan gula kelapa nyaris belum banyak berubah.

Gula semut sebagai sebuah komoditas industri pangan membutuhkan penjagaan kualitas dari hulu sampai tingkat konsumen. Mulai budidaya di kebun organik, panen nira, proses transportasi dari kebun ke dapur masak, kondisi dapur, dan peralatan produksi harus memiliki standar kualitas. Pabrik atau perusahaan yang berada dalam satu ruangan atau satu tempat tentu akan lebih mudah menjaga kualitasnya. Tetapi di gula kelapa, tempat produksi tersebar di rumah masing-masing petani. Tempat produksi yang berada di rumah tangga petani ini membutuhkan tim penjaga kualitas dengan model ICS (Internal Control System).Petani yang sebelumnya terbiasa memproduksi gula cetak harus menyesuaikan diri dengan cara produksi gula semut, terutama gula semut organik. Misalnya menggunakan bahan alami seperti kulit manggis untuk membuat pengawet nira/laru, kedisiplinan waktu menderes, pemasakan hingga kebersihan peralatan produksi. ICS diturunkan ke dalam teknik-teknik di lapangan yang dilakukan melalui pendampingan petani gula semut.

Pendampingan diperlukan agar petani bisa konsisten menjalankan kontrol kualitas yang berstandar. Dalam pendampingan ini, seorang pendamping  melakukan edukasi dan sosialisasi kepada petani sampai adanya perubahan perilaku  petani dalam menjalankan produksi.  Selain itu pendamping juga mengenalkan teknologi tepat guna misalnya tungku hemat (penggunaannya klik disini) untuk membantu petani. Pendampingan petani gula semut yang dilakukan tim Agroberdikari sekaligus menjalankan fungsi pemberdayaan masyarakat. Tim Agroberdikari terus berdiskusi dan melakukan berbagai eksperimen tentang bagaimana langkah yang tepat agar petani mempunyai daya dan upaya untuk melakukan perubahan perubahan yang lebih baik. Meskipun perubahan yang dilakukan oleh petani memang tidak bisa instan, tetapi perlu waktu dan intensitas pendampingan yang terus menerus.






Pendampingan petani gula semut tidak hanya dilakukan pada siang hari, dimana waktu tersebut biasanya petani sibuk dengan ativitasnya sehari hari. Mereka menderes kelapa, mencari kayu bakar, mencari rumput untuk ternak ambing atau sapi dan aktivitas lain. Pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan. Misalnya saja mencari rumput, sudah pasti harus dilakukan karena ternak mereka membutuhkan pakan harian. Menderes juga demikian, jika ditinggalkan sehari saja, hari berikutnya nira sudah terfermentasi dan membusuk. Karena itulah jika ada kegiatan lain yang membutuhkan waktu seharian penuh, sudah pasti hari itu sang petani kehilangan pendapatannya. Memahami situasi tersebut, Tim Agroberdikari melakukan pendampingan dengan cara yang lebih fleksibel baik dari segi waktu maupun metode.


Pendampingan yang dilakukan malam hari membuat tim pendamping lebih mudah dalam menggali informasi karena dukungan suasanya yang santai. Petani akan merasa lebih nyaman karena tidak dikejar kejar waktu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Melalui bincang-bincang personal, pendamping akan mendapatkan informasi yang tepat dan  semakin memahami bagaimaan persoalan yang dihadapi petani sesungguhnya.


Selasa, 12 Februari 2019

Bisnis Model Gula Semut Kebumen


Industri gula semut melibatkan beberapa pelaku pasar yang saling terhubung dan bekerjasama. Ada  pihak pihak yang dapat terlibat dalam membangun dan mengembangkan industri gula semut.

Model ini adalah bangun kerjasama yang dapat dilakukan oleh petani dan pengusaha kecil yang memiliki keterbatasan modal dalam menjalankan usaha gula semut.